Hal Bahasa

Selasa, 19 Februari 2008

1. Untuk memahami isi Al Quran dan hadits-hadits Nabi saw. sudah tentu sedikit banyaknya, kita harus mengerti bahasa yang terpakai pada keduanya itu, yaitu bahasa Arab.

Ilmu-ilmu pokok untuk mengerti bahasa tersebut adalah 'ilmu Nahwu (=Gramatika) dan 'ilmu sharaf (='ilmu pechan kata-kata).

2. Pengertian atau faham yang timbul dari terjemahan ayat-ayat Quran dan Hadits itu, terkadang membawa kepada kekeliruan, sehingga timbul pula satu masalah baru yang tadinya tidak ada.

Nabi saw. bersabda : Idza walaghal kalbu fii inaa-i ahadikum falyaghsilhu sab'an.

Kata-kata "walagha" yang ada dalam hadits ini, biasa diartikan dengan "menjilat". Maka terjemahan hadits tersebut menjadi begini : "Apabila anjing menjilat dalam bejana salah seorang dari kamu, maka hendaklah ia mencucinya 7 kali".

Dari terjemahan "menjilat" ini, orang faham bahwa apabila anjing menjilat seumpama kain, badan kita dan sebagainya, wajib juga dicuci. Faham ini tumbul karena terjemahan "menjilat" yang tidak sempurna itu. Sebenarnya menurut bahasa Arab, kata-kata "walagha" itu artinya "minum dengan lidah", bukan menjilat dengan lidah. Ringkasnya "walagha" itu artinya "minum" atau "menjilat sesuatu yang cair". "Kain dan badan" itu bukan sesuatu yang cair. Maka hadits tersebut, kalau dibawa kepada "menjilat kain atau badan", berarti kita mengadakan hukum yang tidak ada dalam Agama.

3. Dalam Quran dan hadits-hadits terdapat banyak kata-kata "MUSY-TARAK, MUTARADIF, UMUM, MUThLAQ, MUJMAL, dan ZHAHIR". Perlu kita mengenal perbedaan antara satu dengan yang lainnya.

  • MUSY-TARAK yaitu satu perkataan yang dari asalnya sudah mempunya arti lebih dari satu, dan sama banyak terpakainya.
  • 'AAM itu artinya "Umum", yaitu satu perkataan yang artinya tertuju kepada semua yang ada dalam satu jenis tanpa kecuali.
  • MUTHLAQ yaitu satu lafazh yang kalau diucapakan terkena kepada semua yang ada dalam jenis itu, tetapi yang ditujukan hanya kepada satu atau sebagian saja.
  • MUJMAL yaitu satu susunan yang mempunyai lebih dari satu ma'na yang sama banyak terpakai.
  • ZHAHIR yaitu satu lafazh yang mempunyai dua arti atau lebih, tetapi ia lebih berat kepada salah satu artinya.

Untuk memenuhi arti yang bermacam-macam itu, pembicaraan lebih lanjut tentang kata-kata diatas, terdapat dalam "USHUL FIQIH".

Selengkapnya...

Hukum-Hukum dalam Islam

  • Hukum-Hukum Syara'

Ketentuan-ketentuan dari Allah dan RasulNya yang bersifat perintah, larangan, anjuran dan yang seumpamanya, oleh ulama-ulama di istilahkan dengan Hukum-Hukum Syara' atau Hukum-Hukum Agama.

Dengan ketentuan-ketentuan yang mereka adakan itu, para 'ulama mengeluarkan beberapa macam hukum yaitu

  1. Wajib,
  2. Sunnah,
  3. Haram,
  4. Makruh dan
  5. Mubah.

1. Wajib

Tentang wajib ini, ada banyak ta'rif yang dikemukakan oleh para 'ulama. Diantaranya ialah ta'rif yang berbunyi "Wajib itu satu ketentuan Agama yang harus dikerjakan, kalau tidak berdosalah ia".

contohnya : "Shalat Isya, Shubuh, Zhuhur, Ashar dan Maghrib hukumnya Wajib, yaitu satu ketentujan yang harus dikerjakan, kalu tidak dikerjakan maka berdosalah ia.

Dalam Surah An-Nur : 63 Allah swt. berfirman :

"Maka hendaklah berhati-hati orang-orang yang melanggar perintah Allah daripada ditimpa fitnah, atau ditimpa adzab yang pedih" (QS.An-Nur : 63).

2. Sunnah

"Sunnah yaitu satu perbuatan yang kalau dikerjakan akan mendapatkan pahala dari Allah dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa"

Dalam AlQuran Surah Yunus ayat 26 Allah swt. berfirman :

"Dan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (disediakan) kebaikan dan tambahan" (QS.Yunus : 26).

3. Haram

"Haram yaitu satu ketentuan larang dari Agama (Allah) yang tidak boleh dikerjakan, dan apabila dikerjakan maka berdosalah orang itu".

contoh :

"Mendatangi tukang-tukang tenung dengan tujuan menanyakan sesuatu hal ghaib, lalu ia percaya. Maka, berdosalah ia"

4. Makruh

"Makruh yaitu satu ketentuan larang yang lebih baik tidak dikerjakan dari pada dikerjakan".

contoh :

"Makan binatang buas"

Dalam AlQuran surah Al Baqarah, ayat 173, Allah telah membahas yang haram dimakan, hanya satu saja yaitu babi. Maka kalau larngan makan binatang buas itu kita hukumkan haram juga, berarti sabda Nabi saw. yang melarang makan binatang buas itu, menentang Allah. Ini tidak haram, ia berhadapan dengan dua kemungkinan hukum : mubah atau makruh. Mubah tidak kena, karena Nabi saw. melarang, bukan memerintah. jadi, larangan Nabi saw. dalam hadits-hadits tentang binatang buas itu, kta ringankan. Larangna yang ringan tidak lain, melainkan makruh. Kesimpulannya : "Binatang buas itu makruh".

5. Mubah

"Mubah yaitu satu perbuatan yang tidak ada ganjaran atau siksaan bagi orang mengerjakannya atau tidak mengerjakannya".

KESIMPULAN :

  1. Perintah-perintah Agama mempunyai hukum : wajib atau sunnah atau mubah.
  2. Hukum wajib dan sunnat ada pada amalan-amalan ibadah dan keduniaan, tetapi hukum mubah hanya ada pada keduniaan saja.
  3. Larangan-larangan Agama mempunyai hukum-hukum : haram dan makruh. Hukum-hukum ini ada dalam ibadah dan keduniaan.

    Selengkapnya...

    Tujuan Posting

    Senin, 18 Februari 2008

    Ass...wr...wb...
    Seiring kemajuan zaman saat ini semakin rumitlah permasahan ummat saat ini, yang paham agama sedikit demi sedikit pemahamannya tentang agama itu semakin luntur karena jarang diamalkan bahkan tidak pernah diamalkan dan bahkan sirna begitu saja.



    Begitu banyak kemaksiatan dimuka bumi ini semakin merajalela, secara tidak sadar kemaksiatan yang terbiasa kita lihat setiap hari menjadikan hal tersebut seakan-akan baik. Bahkan kita juga tidak sadar bahwa generasi penerus kita terhadap bangsa ini telah teracuni oleh budaya-budaya asing yang ingin menghancurkan bangsa ini, seikit sekali pemuda bangsa ini yang paham agama bahkan yang paham agama pun banyak yang terpengaruh oleh budaya-budaya yang merusak.
    Melalui blog ini saya sebagai pemuda muslim yang ikut prihatin dengan saudara seiman ingin membantu untuk menyelesaikan masalah yang telah menimpa umat islam saat ini.
    Tunggu posting selanjutnya......

    Selengkapnya...